Konflik di Papua, dimulai sejak Indonesia menguasai Papua sejak tanggal 1 Mei 1963 dan hingga kini. Persoalan Otsus banyak belum dituntaskan secara komperhensif dan menyeluruh. Baik itu persoalan Hak Asasi Manusia (HAM), persoalan ekonomi, dan masih banyak persoalan lainya dan rentetan dari persoalan-persoalan inilah yang menimbulkan stigm...a orang Papua mungkin bukan orang Indonesia, layaknya seperti orang Indonesia lain sehingga rasa ketidak percayaan orang Papua semakin tinggi, ketidakpercayaan ini diperlihatkan melalui beberapa cara. Yaitu mendesak perlu ada dialog antara pemerintah Indonesia dan orang Papua dan tuntutan referendum yang dimunculkan terutama dari kalangan pemuda dan mahasiswa yang tergabung dalam Forum Pemuda Mahasiswa Papua (FPMP). Jaringan Damai Papua (JDP) , dan ILWP, WPNCL dan berbagai forum yang menecam kekerasan dan menginginkan dialog papua yang bermartabat dianggap sepe.
Buntutnya pergolakan demi pergolakan terus dilakukan untuk meminta pengakuan yang sama sebagai warga negara kesatuan Republik Indonesia. Dalam rangka menyelesaikan konflik Papua, telah melakukan sejumlah operasi militer secara besar-besaran di tanah Papua. Operasi militer yang menewaskan warga atau masyarakat sipil, merusak fasilitas tidak dapat ditolelir sebagai kelasiman prosedur militer, rasanya tidak ada prosedur baku seperti itu, ini cara-cara tersebut merupakan pelanggaran berat atas HAM, terlebih kepada masyarakat sipil, dan juga melanggar aturan sebagai operasi militer, mereka harus melindungi nyawa masyarakat sipil dan konflik yang berlarut-larut.
Banyak kalangan menilai operasi militer yang kurang selektif dan diskriminatif, telah menumbuhkan perasaan tidak senang yang meluas. Padahal untuk menyelesaikan konflik Papua menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) “pemerintah perlu suatu strategi untuk identifikasi susber-sumber komflikya lebih dulu secara jelas. Upaya penyelasaian dengan jalan kekerasan tentu tidak akan menyelesaikan konflik Papua, selain dengan jalan damai. Banyak pihak sudah mengumandangkan pentingnya dialog antara pemerintah dan orang Papua atau dialog Jakarta dengan Papua untuk menyelesaikan konfilk secara damai karena pengalaman dan sejarah Papua memperlihatkan bahwa kekerasan tidak pernah menyelesaikan konflik Papua. Kekerasan malah menambah jumlah korban dan memperbanyak masalah.
Maka penyelesaian konflik Papua hanya melalui jalan damai yakni dialog, Baik itu dialog internal orang Papua, warga Papua, wakil-wakil orang Papua di dalam dan di luar negeri dan dialog pemerintah Indonesia dengan orang Papua karena. Dialog merupakan suatu kebutuhan yang mendesak untuk mencegah pertumpahan darah di masa depan.
Pernyataan ini (Dialog) merupakan satu topik utama yang selalu muncul sebagai tuntutan disetiap aksi-aksi (Demonstrasi) yang dilakukan oleh orang Papua. Namun tidak pernah terealisai. padahal komitmen orang papua dengan tidak melakukan kekerasan dengan mengharap respon pemerintah yang mengutamakan solusi tanpa kekerasan untuk menyelesaikan konflik Papua.
Kali ini peristiwa yang memilukan hati segenap masyarakat sebagai bangsa papua adalah tindakan semena-mena dari aparat keamanan dalam pembubaran Pasca kongres rakyat Papua III sudah melampaui batas, kewenangan mereka dan jelas melanggar aturan, karena menimbulkan jatuhnya korban jiwa di pihak masyarakat sipil. aparat melampaui kewenangan karena memukuli dan menembak warga, padahal warga yang ada di sekitar lokasi belum tentu semua terlibat dan ikut kongres. Kalau memang ada tindakan makar, ya tangkap dalang dan aktornya, jangan malah memukuli dan menembaki warga. Kan tidak semua warga yang ikut kongres. Persoalan ini bukan hal yang sepele, karena menyangkut harga diri orang Papua. Sebab, sangat terkesan setiap menangani persoalan Papua karena main tembak di tempat dan halalkan kekerasan dan penyiksaan, Membunuh orang tak berdosa, jelas sangat tidak manusiawi, dan orang Papua selalu menjadi korban. Kalau mau membangun Papua mari dengan hati dan semangat NKRI, bukan dengan membabi buta, sehingga rakya papua menganggap mereka bukan bagian dari bangsa ini (hilangannya nasionalisme) Mengenai klaim Kapolda Papua, bahwa korban yang tewas karena tertikam bukan tertembak,
jika itu benar, silahkan umumkan hasil otopsinya secara transparan. agar jelas kalau memang itu ditikam dan bukan ditembak, jika itu benar di tikam bagaimana dengan ratusan saksi mata atas peristiwa berdara tersebut. “Papua itu bagian dari NKRI yang tidak terpisahkan, tapi tambahnya, kerap dijadikan sebagai lahan konflik yang kapan saja bisa bergejolak” (Tuhana Taufiq Adrianto, 2001)
coba bayangkan Sejumlah penembakan misterius di papua bebebarapa bulan terakhir hingga kini tidak bisa diungkap, tapi kalau menembaki rakyat yang tak berdaya ‘paling hebat’ setiap insiden (maslah kemanusiaan) di papua selalu berakhir dengan penyelidikan yang menyimpangan, bahkan Kapolda dan Pangdam harus dicopot SEBELUM tanpa meyelesaikan masalah secara menyeluruh.
penulis sangat sepakat dengan pernyataan Ruben Magay, bahwa ada penyimpangan dalam aksi itu, yang dilakukan aparata keamanan. ‘’Kalau memang ada yang bertindak makar. Ya tangkap dan proses aktornya dan deklaratornya, jangan menembaki rakyat yang tak berdosa,’’ alasannya negara sangat kuat dari sektor regulasi (undang-undangnya) soal persoalan makar sampai-sampai UU Otsus pun di proteksi dan di tinjau kembali menyoal aroma makar di dalamnya. Semua saya menghimbau agar Komnas HAM sebagai lembaga yang berkopoten bertindak tegas melakukan penyelidikan dan memutuskan apakah telah terjadi pelanggaran HAM atau tidak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar