NON-PAPUA

Aku rasa orang-orang yang berbicara atas nama Papua Barat tidak pernah merasa seperti Papua Barat sendiri. Kadang-kadang lebih mudah untuk menilai buku dari sampulnya.

Saya dibesarkan di Papua Barat sebagai "produk" perkawinan antar-ras (jika saya bisa mengatakan, karena Papua Barat jelas merupakan suatu ras yang berbeda untuk malay alias Indonesia) sebagai produk hibrida dan dibesarkan di dua budaya. Sementara berdasarkan garis ayah saya non-Papua Barat (Jawa memang), dari penampilan fisik saya (lebih seperti salah satu dari "generasi campuran") Aku sedang terperangkap di suatu tempat di antara keduanya.

Saya menyaksikan bagaimana teman-teman Papua Barat diperlakukan secara berbeda di kelas dan masyarakat. Saya menyaksikan bagaimana non-guru Papua Barat terkait aspek etnisitas dengan kualitas manusia.

Ya, pendidikan adalah salah satu solusi yang dapat ditawarkan kepada Papua Barat, tetapi pertanyaan saya adalah bagaimana keadilan bisa terjadi di bidang pendidikan jika stereotip yang diberikan kepada Papua Barat tetap sama?

Bagaimana keadilan dan pengakuan terjadi jika pikiran stereotip atau rasial ada dalam benak para guru dan beberapa non-Papua Barat? Saya kira salah satu penulis artikel ini pernah bekerja di Papua Barat.

Ayo! Anda mungkin telah tinggal di salah satu daerah di Papua Barat, tetapi apakah Anda pernah ke bagian lain dari Papua Barat, dan menyaksikan bagaimana militer bekerja sebelum dan sesudah Orde Baru? Saya secara pribadi percaya kadang-kadang kita merasa dan percaya kita tahu apa yang terbaik adalah untuk orang lain.

Namun, terkadang Anda harus menempatkan diri pada orang lain sepatu.

Apa yang akan Anda lakukan jika sebagian besar dari kerabat laki-laki Anda telah diculik, meninggal dalam tahanan atau terbunuh tanpa proses pengadilan atau penjelasan dan si pembunuh (s) diberi label "pahlawan"?

Apa yang akan Anda lakukan jika Anda anggota keluarga telah dipindahkan dari tanah mereka hanya karena orang lain yang memiliki kekuatan dan dukungan militer berkata, "ayo, kami menandatangani kontrak ini bla bla bla, jadi sebaiknya kau mundur!"

Apa yang akan Anda lakukan jika agama dan ras memainkan peran penting dalam melamar pekerjaan atau bahkan menyewa rumah? (Percayalah, aku menghadapi diskriminasi semacam ini dua tahun yang lalu hanya karena penampilan fisik saya.)

Meskipun aku hanya setengah-Papua Barat dan ID saya tidak menunjukkan etnis saya sebagai penduduk asli Papua Barat, saya bangga mengatakan bahwa saya Papua Barat.

Saya belajar dari kedua budaya saya bahwa satu-satunya alasan mengapa kita tidak pernah menemukan solusi terhadap masalah-masalah di Papua Barat adalah karena kita takut tentang sesuatu yang kita tidak tahu.

Saya belajar banyak dari ibu saya keluarga besar, dari tetangga Papua Barat, dari keluarga Jawa lainnya di ayahku kelompok masyarakat di kota saya, dan dari Indonesia lainnya di Jakarta.

Pertanyaan saya adalah mengapa kita begitu takut untuk mengatakan kebenaran tentang Papua Barat dan sejarahnya? Mengapa kata "merdeka" diucapkan oleh seorang Papua Barat dapat seperti itu "tabu"? Saya setuju bahwa beberapa pejabat tinggi di pemerintah daerah tidak punya niat baik untuk memberdayakan masyarakat setempat.

Hal ini benar-benar tidak adil untuk menyalahkan atau bahkan membuat stereotip seperti Papua Barat lain. Saya juga ingat perkataan Napoleon Bonaparte tentang pemerintah dan itulah sebenarnya apa yang pemerintah harus memikirkan JIKA pemerintah pusat menganggap Papua Barat sebagai bagian dari Indonesia:

"Kadang-kadang saya rubah dan kadang-kadang seekor singa. Seluruh rahasia pemerintah terletak pada mengetahui kapan harus menjadi satu atau yang lain"

Dia juga berkata: "Kita harus merubah taktik setiap 10 tahun jika seseorang ingin mempertahankan keunggulan seseorang."

Hal ini sangat sulit untuk memberikan kedamaian jika hal-hal di masa lalu dan masa kini tetap belum terpecahkan. Lebih mudah untuk menilai sesuatu jika Anda hanya orang luar.